Minggu, 18 Oktober 2009

The Boy in the Striped Pyjamas

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Bruno adalah seorang anak berusia 8 tahun yang lahir di tengah keluarga militer. Sang Ayah adalah seorang tentara yang baru saja naik pangkat dan harus pindah ke kota kecil lain. Kepindahan keluarga dari Berlin bukan hal yang mudah baginya.
"Life is not only about choice, it's also about duty."
Demikian kata sang Ayah, ketika Bruno mencoba mengkritisi kepindahan keluarga dari Berlin. Sebagai seorang anak yang berbakti, tipis kemungkinan untuk bisa membantah.
Beruntung, Ibunda mampu memberinya gambaran menyenangkan mengenai rumah baru yang akan mereka tempati nanti.

Dua minggu pertama, dilalui Bruno dengan bermain sendiri di dalam rumah. Kebosanan tidak dapat dihindarkan. Tidak ada teman-teman bermain, tidak ada keramaian seperti dulu, bahkan Bruno sangat merindukan sekolah. Rumah mereka dibatasi oleh pagar tinggi dan dijaga oleh beberapa orang berseragam. Sang Ayah mencoba memecahkan masalah dengan mengundang seorang guru privat ke rumah. Guru berbadan besar ini, tidak mendukung kegemarannya membaca buku-buku petualangan. Sebaliknya, ia mengajarkan sejarah, sesuatu yang berhubungan dengan situasi dan kondisi negara saat itu.

Jiwa petualang nya menyeruak ketika ia bertemu dengan seseorang yang bekerja sebagai pengupas kentang di rumahnya. Penampilan yang tidak lazim, menarik perhatian Bruno. Pavel, si pengupas kentang di rumah itu, selalu memakai piyama bergaris biru. Sebuah pertanyaan yang tidak pernah berani ia tanyakan pada kedua orang tua nya termasuk sang Kakak, Gretel, mengapa ia harus memakai piyama ketika bekerja?

Keingintahuan menuntunnya pada sebuah pengalaman yang dapat membunuh rasa jenuhnya. Sebuah pintu kecil yang menghubungkan kebun belakang selalu terbuka sedikit. Di kebun itu ada gudang yang memiliki jendela yang dapat dilalui Bruno untuk melihat-lihat apa saja di luar pagar rumahnya. Bruno berjalan mengikuti langkah kaki, dan tibalah ia di sebuah 'camp' berpagar kawat berduri dengan listrik tegangan tinggi. Yang lebih menarik baginya adalah, Ia bisa berteman dengan seorang anak seusianya. Anak ini, lagi-lagi, mengenakan piyama bergaris biru, sama dengan Pavel, si pengupas kentang.

Apa yang terjadi selanjutnya adalah persahabatan yang menegangkan antara Bruno dan Shmuel. Rasa penasaran Bruno terhadap Shmuel yang harus mengenakan 'piyama' bergaris biru dengan nomor di dadanya, betul-betul membari wawasan baru baginya. Shmuel harus menanggung nasib yang tidak seberuntung Bruno karena Shmuel adalah seorang Yahudi, kaum yang dianggap merusak bangsa, memberikan pengaruh buruk melalui literatur, menghina budaya dan lagu, juga menghasut musuh.
Semua teori yang tak dimengerti telah coba ia tanyakan pada guru privatnya, namun sang guru tak memberikan jawaban obyektif yang dia inginkan.

Memiliki jiwa petualang dan penasaran yang amat besar betul-betul membuat Bruno tidak pantang menyerah menuntaskan rasa ingin tahunya. Namun, Bruno tak kunjung mengerti bahwa, 'camp' tempat Shmuel tinggal bukanlah 'camp' biasa. Disanalah kaum Yahudi dikucilkan untuk kemudian dibakar hidup-hidup. Bukan hanya asap pembakaran berwarna hitam yang terlihat, tapi juga bau tak sedap menyengat hingga ke hunian keluarga Bruno. Bruno telah mencoba menanyakan bau yang kerap tercium olehnya, namun baik sang Ayah atau Ibu tak pernah memberi jawaban. Mereka bersikap seolah tak pernah mencium bau tak sedap itu.

Betapa marahnya Ibunda ketika ia mengetahui apa yang terjadi di radius sekian kilometer dari rumahnya . Ia tak percaya jika suaminya juga mendukung pelanggaran Hak Asasi Manusia ini untuk terjadi. Dan terlebih lagi, perlakuan tidak adil terhadap kaum Yahudi yang sehari-hari menjadi konsumsi anak-anaknya di rumah terhadap Pavel. Tak tahan dengan situasi tersebut, akhirnya Ibu mengajak Gretel dan Bruno untuk pindah ke kota lain, sementara sang Ayah akan tetap melanjutkan tugasnya.

Sehari menjelang kepergiannya, Bruno mengunjungi kembali Shmuel untuk berpamitan. Shmuel menceritakan rasa kehilangannya terhadap sang Ayah yang telah beberapa hari menghilang dari 'camp.' Bruno berjanji akan datang keesokan harinya sebelum pindah, untuk membawakan sandwich dan membantu Shmuel menemukan ayahnya. Keesokan harinya, Ia datang menepati janji, lengkap dengan sekop untuk menggali tanah namun sandwich yang telah ia buat jatuh di perjalanan. Tak masalah, Shmuel pun telah menyiapkan seragam 'piyama' bergaris biru untuk Bruno untuk menyamar. Sukses menyelinap masuk ke dalam camp, Bruno berkeliling bersama Shmuel. Sesaat tiba-tiba ia merasa ingin kembali pulang, namun Shmuel kembali mengingatkan janjinya. Bruno tak ingin mengecewakannya, ditambah lagi betapa ia ingin tau seperti apa camp Shmuel tersebut.

Rasa terkejut tak terhindarkan ketika Bruno melihat kenyataan di depan mata. Camp yang tidak 'hidup,' suram, dan menakutkan. Tiba-tiba sebuah sirene berbunyi, tanda seluruh penghuni sebuah barak harus keluar menuju arah yang ditentukan. Bruno dan Shmuel terjebak. Mereka mengikuti arus. Mereka digiring ke sebuah tempat, dimana Shmuel pun tidak pernah lihat. Mereka diminta untuk membuka pakaian, berkumpul menjadi satu, dan terkunci dalam keadaan berdesak-desakan. Dari atas terlihat seorang petugas berseragam menebarkan arang [atau batu bara?] dan sesaat kemudian kegaduhan berubah menjadi keheningan menyusup seluruh camp. Tinggallah sang Ayah yang terlalu terlambat untuk mengejar jejak di tengah deras hujan, sementara Ibu dan Gretel menangisi kepergiannya yang tak pernah diduga dari luar pagar kawat listrik.



-------^^^^^----------


Sesaat setelah saya menyaksikan film ini, jantung saya masih berdebar kencang. Biasanya, saya merasakan seperti ini setelah saya menonton film horor (yang sudah bukan menjadi fave saya lagi).
Lalu, mengapa saya berdebar2? Apakah karena film ini sebenarnya merupakan genre horor? Atau sedemikian tragisnya kah cerita film ini? Saya rasa, karena saya baru saja menonton sebuah drama pelanggaran HAM yang tak kalah mengerikan dengan yang terjadi di Indonesia pada 1998, ketika banyak warga keturunan Tionghoa mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual.


Hingga akhir hayatnya, saya yakin Bruno tetap tidak mengerti mengapa menjalin persahabatan dengan seorang Yahudi adalah kesalahan besar. Ketika Bruno mencoba meminta penjelasan dari sang guru privat, sang guru menjawab, "If you can find one good thing about Jews, you must be a very good explorer." Seakan memberi sinyal bahwa hampir tidak mungkin mendapati hal baik dari seorang Yahudi.


Satu hal yang saya pelajari dari Bruno adalah jadilah manusia yang seobyektif mungkin. 'Obyektif' saya percaya jauh berbeda dengan 'keras kepala.' Sebagai seorang anak dari tentara NAZI berpangkat tinggi, menjadi 'oposisi' di keluarga sendiri bukan hal yang masuk akal, apalagi untuk anak seusianya. Namun, apa yang bisa dilakukannya? Kenyataan mengatakan, tidak ada yang perlu disalahkan dari menjadi seorang Yahudi. Mungkin beberapa oknum tertentu melakukan tindakan fatal yang dianggap merugikan sebuah negara, tetapi mengapa perlakuan tidak adil terus dilakukan hingga turun temurun? Anak2 (seperti kawannya, Shmuel) tentu tidak penah meminta untuk menjadi seorang Yahudi. Kita tidak dapat memilih dari rahim siapa kita ingin dilahirkan. Lalu mengapa orang2 tidak bersalah juga harus menanggung akibatnya?

Pengalamannya mengatakan, berrteman dengan Shmuel juga menyenangkan. Shmuel bisa bermain bola, catur, sama sepertinya. Shmuel tidak menyakiti, memberikan pengaruh buruk, apalagi menjelek2an seseorang. Di tengah lingkungan yang begitu menghujat orang Yahudi, Bruno tetap mampu mempertahankan opini positif yang ia miliki terhadap mereka. Hal ini lah yang tidak membuat ia mundur dan takut untuk menjalin persahabatan berbahaya dengan Shmuel.

Dan akhirnya keluarganya terlambat menyelamatkannya. Ini cukup membuktikan bahwa anak2 tak berdosa tidak sepatutnya menanggung beban derita karena keegoisan segelintir manusia.

Directed by
Mark Herman

Produced by
David Heyman

Written by
Screenplay:
Mark Herman
Novel:
John Boyne

Starring
Asa Butterfield
Vera Farmiga
David Thewlis
Jack Scanlon
David Hayman
Rupert Friend

Music by
James Horner

Cinematography
Benoît Delhomme

Editing by
Michael Ellis

Studio
BBC Films
Heyday Films

Distributed by
Miramax Films


Awards and nominations
Won
• British Independent Film Award:
○ Best Actress - Vera Farmiga
• Chicago International Film Festival
○ Audience Choice Award - Mark Herman
Nominated
• British Independent Film Award:
○ Best Director - Mark Herman
○ Most Promising Newcomer - Asa Butterfield
• Premio Goya:
○ Best European Film
[Pasted from

Tidak ada komentar:

Posting Komentar