Selasa, 25 Juni 2013

"If We Hold On Together..." - Konser Reuni Poelang Kampoeng PSM CF USD

 

Upload-an foto dengan Febby bulan Juli 2012 di FB, tiba-tiba memunculkan wacana untuk nyanyi bareng lagi. Saya dan Febby dulu sama-sama anggota PSM dan sama-sama pula di Alto. Walaupun secara kemahasiswaan kami angkatan 1998, tapi Febby baru masuk 1999. Kurang lebih 13 tahun gak ketemu, malam itu kami jadi kangen-kangenan, foto-foto, dan sibuk meratapi kondisi fisik masing-masing yang sudah berubah bentuk dan sepertinya sulit untuk kembali. ^^



Gayung bersambut! Di tangan dan otak Mas Berukh kekangenan tersebut tidak hanya jadi wacana. Komentar-komentar yang terbaca di bawah postingan mas Mbong Agustus 2012 itu menghasilkan harapan yang sama.
Saya tentu tidak ketinggalan menyampaikan semangat saya untuk ikut bergabung (walaupun mungkin hanya bantu-bantu di kepanitiaan). Semua bersemangat! 

Waktu demi waktu berlalu, adik-adik yang terlibat dalam kepanitiaan inti rajin mengabarkan perkembangan terkini. Semua berjalan begitu cepat dan rapi. Tiba-tiba saya dikirimi teks lagu, diundang latihan setiap hari Minggu via sms, ditanyai ukuran bahan yang diperlukan untuk kostum, bahkan saya juga dikirimi vocal guide. Sampai disini saya terkagum-kagum dengan adik-adik. Sungguh detail dan rinci! 

Saya masih optimis untuk mengejar ketinggalan ketika tanggalan di rumah menunjukkan bulan Februari 2013, sementara belum sekali pun saya latihan. Adik-adik kawasan Jabodetabek masih belum putus asa mengundang saya untuk berlatih. Saya sampai tidak enak karena selalu ada saja halangan, mulai dari acara keluarga dan tanggung jawab sosial yang juga tidak bisa saya tinggalkan. 

"Ga papa, Lin... Pasti bisa! Minggu depan harus dateng, lho... Latiannya di Haji Nawi. Lebih dekat kaan?" Febby menyemangati. 
"Wis gak keburu kayaknya, Feb. Ndak malah kasian yang lain kalo ada 1 orang yang baru akan mulai."
Bagaimana tidak, ketika saya menghitung mundur sampai hari H saat itu, hanya ada kesempatan latihan sebanyak 8X sebelum gladi kotor. Belum lagi, akan ada 2X hari Minggu yang saya tidak akan bisa hadir karena ada ujian dan acara di sekolah anak saya. Total latihan yang tersisa hanya 6X. Ah, sudahlah. Menonton saja, yang penting ngumpulnya dan bisa ketemu Mas Mbong. ^^


Sabtu, 22 Juni 2013
Inilah hari itu. Setelah menempuh perjalanan darat Jakarta-Yogya selama 18 jam, jam 1 siang saya sampai juga. Malamnya, saya, Diot (Bass 98), dan istrinya (Nining) sampai tepat setengah jam sebelum konser dimulai. Belum juga sampai di lobby, saya bertemu adik angkatan Tulup. Saya tidak ingat nama aslinya. Hahaha. Tapi yang saya tau, nama FB nya adalah Rangga Zee. Anak muda ini kami panggil Tulup karena ketika ikut lomba PSM di Bandung (tahun 2000 atau 2001 ya?) dia membeli sebuah tulup di Tangkuban Perahu dengan harga yang (menurutnya) sangat murah, 100 ribu. Ketika di Cihampelas, Andre Gajah memamerkan tulup yang sama persis dengan harga jauuuuh lebih murah, 35 ribu saja. Spontan kami ngekek ga karuan dan sejak itulah kami resmi menamainya Tulup. ;)
Saya juga bertemu dik Enjang dengan anak bayinya... (Wah, Dik... Kowe isih cilik ae, yo? Hehe *piss)

Di lobby, sudah datang para senior PSM alias kakak-kakak angkatan saya. Mbak Mamiek (Ketua PSM Seumur Hidup - beliau menjabat Ketum PSM beberapa periode), Cik Mel (Es Lilin), mbak Ike, mas Deddy Berukh dan istrinya Prima, dirigen PSM sing ayuneeee...;)
Ada juga Ari 'Piano', dan pasutri Andre Gajah dan Sari. Semua membawa 'rombongan sirkus' masing-masing. Seruuu!
Angkatan saya? Sudah jelas, Trio Kwek Kwek! Saya, Diot, Jajoek! 
Ahh, kangen sekaliii sama Jajoek, kayaknya sudah 3-4 tahun gak ketemu manusia ini. Ya, dari kurang lebih 40 orang PSM angkatan 1998 yang diterima awalnya, tersisa kami bertiga yang masih aktif hingga titik darah penghabisan, masih suka nongol iseng-iseng di UKM, atau sekedar lewat, ngetok pintu "Permisi.." kemudian berlalu menuju bakso Pak Pri.

Malam itu, selama 3 jam saya dibuat kagum oleh penampilan spektakuler para alumni! Alumni PSM yang sudah tersebar ke segala penjuru, malam itu berkumpul di Yogyakarta supaya bisa bernyanyi bareng! Dari Papua, Sumba, ntah mana lagi; belum lagi alumni yang hadir untuk nonton, yang terjauh malam itu terbang dari Australia. Sungguh kerja keras yang tidak bisa tergantikan. Bahkan tepuk tangan panjang malam itu pun saya rasa tidak cukup untuk mengapresiasi apa yang sudah diperjuangkan selama kurang lebih 10 bulan ini.




Walaupun ada hal-hal teknis yang kerap membuat saya garuk-garuk kepala, walaupun beberapa gojekan di panggung membuat dahi saya berkerut, walaupun saya sempat bertanya-tanya kenapa kita tidak menyanyikan Hymne Sanata Dharma bersama, namun konser reuni ini tidak bisa dibilang 'biasa.'
Ini cinta, dan cinta itu gila. Jadi ini sama saja dengan konser gila!



Setelah lagu Zamrud Khatulistiwa malam itu, rasa penasaran mau ketemu Mas Mbong sudah tidak tertahankan lagi. Saya dan Jajoek berlari ke panggung dan menemukan Mas Mbong di pojok panggung.
"Mas Mbooooonngggg!!!" Ditengah keramaian para penonton yang tumpah ruah dan iringan musik yang masih terdengar, kami memeluknya. Erat. Sangat erat. Inilah pelatih, kakak, wong tuo, sekaligus tempat curhat ketika kisah cinta saya kandasss (nyesssss). Wajahnya memang terlihat menua, tapi tidak ada yang berubah dari caranya berjabat tangan dan aksennya ketika bilang, "Lho??" 
Saya tidak bisa menyembunyikan rasa terharu saya bisa bertemu kembali dengan beliau. Rasanya bangga sekali, bisa ngerasain 'diopeni' Mas Mbong seperti teman-teman lain. 
Malam itu Ia mengenakan jas hitam, berdasi, rapi dan masih memiliki kehangatan senyum yang (mungkin) tidak percaya kami ini akan nonton.


Dan itulah kami, menyempatkan untuk foto bersama Mas Mbong dan Febby yang menjadi satu-satunya wakil angkatan 1998. 
Ki-ka: Diot (bass), Jajoek (Alto), Febby (Alto), Mas Mbong, saya (Alto), Riana (Sopran), Arrie (Piano), Tulup (99, lali bass opo tenor yo?), Mas Gunawan (Suami Riana, tenor 97).

Terimakasih untuk konser ini, untuk semua yang terlibat didalamnya. Terimakasih sudah ikut bermimpi. Tetaplah bermimpi, karena resikonya hanya 1: terwujud!
Saya (dan teman-teman lainnya) cuma bisa bilang, "Bocah-bocah PSM saiki soyo edan!!"


-Nogotirto, 25 Juni 2013-


Minggu, 09 Juni 2013

Segarnya Es Lidah Buaya.....

Di suatu siang yang panasnya luar biasa, di tengah perjalanan pulang dari latihan menari di TIM Cikini, terbersit keinginan kuat untuk menikmati sesuatu yang segar. Suatu minuman berwarna, dingin, tapi harus tetap sehat. Apa yaa?
 
Tiba-tiba saya teringat sebuah ruang ngobrol dunia maya, dimana seorang kawan menganjurkan saya untuk mengatur kalori makanan, termasuk mengatur asupan serat dalam makanan supaya gizi saya tetap terjaga keseimbangannya. Saya sadar, usia yang semakin lanjut membuat saya harus tetap bisa menjaga stamina dan kesehatan. Kebiasaan saya sebenarnya tidak berbahaya. Saya tidak merokok, tidak (sering) minum minuman beralkohol, tapi akhir-akhir ini saya sering insomnia. Sehingga badan sering cepat lelah. Demikianlah ceritanya, hingga teman saya saat itu sempat bilang, "Yang mengandung banyak serat, Lin. Aloe vera itu bagus lho..."

Setiap dengar kata Aloe Vera, ingatan saya selalu langsung pada seorang teman SMA dari Pontianak, Dian Twistahayu. Kami dulu 1 unit di asrama, di unit Caecilia. Suatu hari dia pernah membuat minuman lidah buaya. Saya yang saat itu cuma tau kalau lidah buaya hanya berkhasiat untuk rambut, belum pernah denger kalau ternyata lidah buaya itu bisa dimakan. Ternyata, rasanya enak sekali dan sangat segar!

Tanpa pikir panjang, saya langsung menuju supermarket terdekat dan membeli lidah buaya. Di rumah, anak saya terlihat takjub dengan tanaman ini. Seingat saya, ini memang pertama kalinya Abi memegang lidah buaya. 




Cara membuatnya sangat gampang!
1. Lidah buaya dikupas kulitnya
2. Lalu dipotong dadu
3. Hilangkan lendirnya dengan menggunakan garam. Taburi di atas lidah buaya yang sudah dipotong dadu.
4. Bilas bersih di bawah air mengalir
5. Rebus air, setelah air agak panas, masukkan potongan lidah buaya dan daun pandan. Rebus kurang lebih 10 menit.
6. Tiriskan.
7. Sekarang buat sirupnya. Rebus air (kira-kira 600ml), masukkan daun pandan dan gula pasir, sesuai selera saja. Kalau saya tidak mau terlalu manis, karena nanti akan saya nikmati bersama sirup kemasan ;).
8. Masukan kembali potongan lidah buaya yang tadi sudah direbus.
9. Tambahkan esens vanili (kira-kira 1 sdt)
10.  Aduk-aduk hingga mendidih, kurang lebih 10 menit.
11. Diamkan hingga panasnya hilang.

Selesai sudah! Kalau panasnya sudah hilang, bisa langsung dinikmati. Tapi kalau saya lebih suka dimasukkan ke kulkas dulu, supaya jadi dingin. Maklum, saya sudah mengurangi konsumsi es batu belakangan ini ;)




 
Ini adalah es lidah buaya SEADANYA. Karena udah keburu kepengen, jadi yang ada saja yang dibeli. Kalau suka, anda bisa menambahkan selasih atau cincau :) 
*thumbs*